4. MENGIMANI TAKDIR DENGAN BENAR
Hadits Arbain Nawawi Ke-4
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.
Dari Abu
Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur dan dipercaya bersabda: “Sesungguhnya
penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama 40
hari berupa nutfah (air mani), kemudian menjadi alaqah (segumpal darah) selama
waktu yang sama, kemudian menjadi mudghah (segumpal daging) selama waktu yang
sama. Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya, dan
diperintahkan (untuk mencatat) empat hal: menuliskan rezekinya, ajalnya,
amalnya, dan apakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah yang tiada Tuhan selain
Dia, sungguh salah seorang dari kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni
surga sehingga antara dia dan surga hanya tinggal satu hasta, namun takdir
mendahuluinya, sehingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka lalu masuklah
ia ke dalamnya. Dan ada seorang dari kalian yang beramal dengan amalan penghuni
neraka sehingga antara dia dan neraka hanya tinggal satu hasta, namun takdir
mendahuluinya, sehingga dia beramal dengan amalan penghuni surga lalu masuklah
ia ke dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna Hadits
Hadits ini
mengandung beberapa pelajaran penting terkait dengan penciptaan manusia,
takdir, dan kehendak Allah. Berikut penjelasan rinci mengenai kandungan hadits
tersebut:
1. Tahapan
Penciptaan Manusia
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjelaskan bahwa penciptaan manusia di dalam rahim ibu
berlangsung dalam tiga tahap:
- Nutfah: Selama 40 hari pertama, janin berada
dalam bentuk air mani.
- Alaqah: Selama 40 hari kedua, janin berubah
menjadi segumpal darah yang menggantung di rahim.
- Mudghah: Selama 40 hari ketiga, janin menjadi
segumpal daging.
- Setelah tahap ini, Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin.
2. Penetapan
Takdir
- Setelah ruh ditiupkan, malaikat
diperintahkan untuk menulis empat ketentuan bagi setiap manusia:
1. Rezeki: Segala
sesuatu yang berkaitan dengan rezeki dan kehidupan duniawi.
2. Ajal: Batas umur
atau masa hidup seseorang di dunia.
3. Amal:
Perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan selama hidupnya.
4. Nasib: Apakah dia
akan menjadi orang yang beruntung atau celaka, masuk surga atau neraka.
3. Kehendak dan
Takdir Allah
- Hadits ini juga menjelaskan
bahwa takdir Allah itu pasti terjadi, meskipun seseorang beramal
seolah-olah ia pasti masuk surga atau neraka. Pada akhirnya, apa yang
telah ditentukan oleh Allah yang akan menjadi kenyataan.
4. Ketetapan
Akhir
- Hadits ini memberikan
peringatan agar kita tidak merasa aman dengan amal yang dilakukan, karena
bisa saja di akhir hayat seseorang berubah menjadi buruk.
- Sebaliknya, orang yang
melakukan dosa jangan putus asa dari rahmat Allah, karena masih ada
kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri hingga akhir hayat.
Dalil Al-Quran
yang Berkaitan
1. Surah Al-Mu’minun (23:12-14): Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta
Yang Paling Baik.” (QS. Al-Mu’minun: 12-14)
2. Surah Al-Hadid (57:22):
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا
فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ
ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ٢٢
"Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
Contoh-Contoh
Aplikasi
1. Kesabaran dan Keikhlasan dalam Beramal:
o Seorang Muslim harus tetap ikhlas dalam beramal tanpa merasa
sombong atau takabur dengan amalannya. Harus ada keseimbangan antara rasa takut
akan takdir buruk dan harapan akan rahmat Allah.
2. Berbaik Sangka kepada Allah:
o Meskipun seseorang melihat hidupnya penuh cobaan, ia harus tetap
berbaik sangka kepada Allah dan terus berusaha berbuat baik. Takdir bisa
berubah karena doa, usaha, dan tawakal kepada Allah.
3. Menghindari Putus Asa:
o Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah, meskipun merasa penuh
dosa. Selama masih ada kesempatan, pintu taubat selalu terbuka, dan seseorang
bisa berubah menjadi lebih baik di akhir hayatnya.
Faedah Hadits
Pembentukan
manusia dalam rahim mulai dari nuthfah (setetes mani), ‘alaqah (segumpal
darah), mudhgah (segumpal daging) masing-masing selama 40 hari.
Allah
benar-benar perhatian pada manusia karena ada malaikat yang bertugas mengurus
manusia ketika berada dalam janin. Ketika berada di dunia, ada malaikat yang
bertugas mengawasi dan mendoakannya. Ketika akan mati, ada malaikat yang
bertugas mencabut nyawanya.
Malaikat adalah
hamba Allah yang diperintah dan dilarang.
Jumhur
(kebanyakan ulama) menyatakan bahwa wajib berpegang dengan ketetapan yang
disebutkan dalam hadits. Namun bisa terjadi perbedaan jumlah hari dalam
pembentukan tadi dikarenakan ada yang terjadi di awal atau akhir hari, di awal
atau di akhir malam.
Manusia
mengalami tiga tahapan yaitu nuthfah, ‘alaqah lalu mudghah selama 120 hari (4
bulan). Lalu ruh ditiupkan setelah 120 hari.
Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa janin boleh digugurkan jika belum mencapai 120 hari karena
ruh belum ditiupkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hambali menyatakan bahwa
boleh menggugurkan di bawah 40 hari dengan menggunakan obat yang mubah. Adapun
jika melewati 40 hari masa kehamilan tidaklah dibolehkan dikarenakan sudah
terbentuk segumpal darah. Dalam hadits dari Abu Hudzaifah disebutkan, “Jika
sudah terbentuk nuthfah setelah 42 hari, maka Allah akan mengutus malaikat
untuk membentuk nuthfah tersebut sehingga terbentuk pendengaran, penglihatan,
kulit, daging dan tulang.” (HR. Muslim, no. 2645). Ulama Malikiyah sendiri
berpandangan bahwa kandungan tidak boleh digugurkan setelah terbentuk nuthfah
(bercampurnya sel sperma dan sel telur) walau lewat satu hari. Karena ketika
itu telah dimulainya kehidupan dan wajib dimuliakan. Pendapat terakhir ini yang
lebih kuat, menggugurkan hanya boleh jika darurat saja karena alasan yang
dibenarkan dari pakarnya.
Imam Ahmad
berpendapat bahwa jika keguguran setelah 4 bulan (120 hari), maka janin
dishalatkan, dikafani dan dikuburkan. Sedangkan ulama lainnya seperti
Syafi’iyah berpandangan bahwa mesti menunggu sampai bayi tersebut lahir. Karena
jika janin gugur dalam kandungan, maka tidak dianggap manusia sehingga tidak
perlu dishalatkan. Namun pendapat pertama dari Imam Ahmad itulah yang lebih
kuat.
Hanya Allah
yang mengetahui apa yang terjadi dalam rahim. Ini bukan berarti dokter tidak
bisa mengetahui janin tersebut laki-laki ataukah perempuan. Namun dokter tidak
bisa mengungkapkan secara detail apa yang ada dalam rahim sampai perihal
takdirnya.
Rezeki, ajal,
amal, bahagia ataukah sengsara dari setiap manusia sudah diketahui, dicatat,
dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah.
Rezeki sudah
ditetapkan bukan berarti manusia tidak perlu bekerja dan berusaha. Manusia
diketahui takdirnya oleh Allah, bukan berarti manusia tidak punya pilihan. Sama
juga dengan jodoh sudah ditetapkan bukan berarti tidak perlu mencari jodoh lalu
tunggu jodoh datang dengan sendirinya. Logikanya, kalau akan kena musibah,
seseorang akan berusaha menyelamatkan diri. Begitu pula dalam hal seseorang
mencuri harta orang lain, tidak boleh ia beralasan dengan takdir, “Ini sudah
jadi takdir saya.” Karena orang berakal tidak mungkin beralasan seperti itu. Ia
mencuri pasti karena pilihannya.
Manusia tidak
mengetahui takdir yang ditetapkan untuknya. Sehingga manusia tetap harus ada
usaha dan amal, tidak boleh ia hanya sekedar pasrah pada takdir.
Amalan
merupakan sebab seseorang untuk masuk surga. Dalam hadits disebutkan,
“Seseorang tidaklah masuk surga kecuali sebab amalnya.” (HR. Bukhari, no. 5673
dan Muslim, no. 2816). Jadi masuk surga bukanlah karena gantian dari amal kita.
Namun karena sebab amal, datang rahmat Allah yang membuat kita bisa masuk
surga. Dalam ayat disebutkan pula (yang artinya), “Dan itulah surga yang
diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS.
Az-Zukhruf: 72)
Bahagia ataukah
sengsara tergantung dari amalan akhir seseorang itu seperti apa.
Ada orang yang
beramal dengan amalan penduduk surga menurut pandangan manusia, namun akhir
hidupnya adalah suul khatimah (akhir jelek). Ada juga manusia yang dianggap
hina oleh orang-orang sekitarnya karena dosanya begitu banyak. Namun ia tutup
hidupnya dengan taubat, sehingga ia mati husnul khatimah (mati baik) dan
akhirnya masuk surga.
Untuk meraih
husnul khatimah (akhir hidup yang baik) ada cara yang bisa ditempuh:
(a) Perbanyak
doa siang dan malam. Di antara doa yang bisa terus dipanjatkan, ‘YAA MUQOLLIBAL
QULUUB TSABBIT QOLBII ‘ALAA DIINIK’ (Artinya: Wahai Rabb yang membolak-balikkan
hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu);
(b)
Memperbanyak amalan ketaatan dan setiap amalan ketaatan akan mewariskan amalan
ketaatan selanjutnya; ingat yang dinilai adalah akhir amal kita;
(c) Menjauhkan
diri dari kemunafikan;
(d) Berusaha
meninggalkan maksiat karena maksiat adalah sebab suul khatimah.
Apakah kita
bahagia ataukah sengsara kelak di akhirat sudah diketahui dalam takdir.
Akhir kehidupan
manusia antara syaqo’ (sengsara) ataukah sa’adah (berbahagia).
Demikian juga
dalam menjalani marifat kepada Allah itu
di perlukan tahapan tahapan untuk musyahadah
Seperti
penciptaan manusia
Hukum fiqih
masalah siqtu. Kalau bayinya sudah punya
nyawa maka haram di aborsi
malaikat
pembawa ruh itu meniup kan ruh
Kemudian di
perintahkan lagi untuk menuliskan ya
Diantara kedua
mata tentang ajal, rizki, amal
Para ulama
menyimpulkan dari hadits ini :
1. Tiada risau
dengan rizki
عدم الهم للرزق
Maka rizki kita
sudah ditentukan oleh Allah banyak atau sedikit.
كل ما يصل إلينا من خير ونعمة هو من رزق الله ،
سواء اكتسبناه بأيدينا أو جاد به غيرنا علينا
.
فعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مِنْ هَذَا الْمَالِ
شَيْئًا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَسْأَلَهُ فَلْيَقْبَلْهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ
سَاقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ ) رواه أحمد
(7908) ،
قال العلماء : ما قدر الله لك فهو يصل اليك بسبب اوجده لك وما لا يقدر لك لا يصل اليك
Rizki yang
sudah Allah takdirkan kepada engkau maka pasti sampai kepada engkau, dan Allah
akan menciptakan caranya untuk
mendapatkan rizki itu. (Jadi jangan perlu risau)
Telah
ditetapkan bahagia dan celaka di akhirat. Dan ini menunjukkan bahwa
عدم الفرح
بالشيء ما لم يعلم انه سعيد في الأخرة
Kita jangan
terlalu gembira dengan rizki yang ada kalau belum tau bahagia di akhirat.
Selama kita
belum tau kita masuk neraka atau surga hendaknya kita selalu risau dengan itu.
Dan selalu memohon kepada Allah agar kita dijadikan orang orang yang beruntung
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال: كان على
ثَقَلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم رَجُلٌ يُقالُ له كِرْكِرَةٌ، فماتَ، فقال
رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : «هو في النَّارِ». فذهبوا ينظرونَ إليهِ،
فَوَجَدُوا عَبَاءَةً قَدْ غَلَّهَا [صحيح] - [رواه البخاري]
Dari Abdullah Ibn 'Amru -raḍiyallāhu 'anhumā-, dia berkata, "Dahulunya ada seseorang yang bekerja untuk Nabi dipanggil Kirkiroh meninggal dunia. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, 'Dia di neraka.' Para sahabat pun pergi untuk melihat keadaannya lalu mereka dapati padanya pakaian (mantel) hasil rampasan perang yang diambilnya dengan diam-diam." Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Bukhari
Maka jangan
sekali-kali memegang apa yang telah kita amal kan.
Dan jangan
merasa mati masuk surga.
Maka kita terus
memohon kepada Allah agar di masukkan ke surga dan terbebas dari neraka
Kebalikannya orang orang yang berdosa setengah hasta lagi mati masuk neraka akhirnya dia taubat maka masuk surga
Maka jangan pernah putus asa atas rahmat dan ampunan allah
Dalam kita jawahir luluah di ceritakan ada pasangan suami istri beda agama. Suami Islam dan istri nasrani. Keduanya pindah agama ketika di akhir hayat karena ingin bersama di akhirat. Akhirnya Suami ke nasrani sebelum hembusan nafas terakhir dan istri ke Islam sebelum hembusan nafas terakhir. Akhirnya istrinya masuk surga dan suaminya masuk neraka.
قالَ العُلَماءُ: ما قَدَّرَ اللهُ لَكَ فَهُوَ يَصِلُ إِلَيْكَ بِسَبَبٍ أَوْجَدَهُ لَكَ وَما لا يُقَدَّرْ لَكَ لا يَصِلُ إِلَيْكَ.
Para ulama berkata: "Apa yang Allah takdirkan untukmu, itu akan sampai kepadamu melalui sebab yang telah Dia ciptakan untukmu, dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu, tidak akan sampai kepadamu."
Penjelasannya adalah:
1. Takdir Allah dan Sebab-sebabnya: Apa pun yang telah Allah tetapkan untuk seseorang—baik itu rezeki, keberhasilan, atau kejadian tertentu—akan tercapai dan sampai kepada orang tersebut. Allah akan menyediakan atau menciptakan sebab-sebab yang membawa takdir itu kepada hamba-Nya.
2. Ketidakmungkinan Mendapatkan yang Bukan Takdir: Sebaliknya, jika sesuatu tidak ditakdirkan untuk seseorang, meskipun orang tersebut berusaha keras untuk mendapatkannya, hal tersebut tidak akan pernah sampai kepadanya. Sebab, segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah.
قالَ العُلَماءُ: عَدَمُ الفَرَحِ بِالشَّيْءِ ما لَمْ يُعْلَمْ أَنَّهُ سَعِيدٌ في الآخِرَةِ.
Para ulama berkata: "Tidak ada kegembiraan terhadap sesuatu (di dunia) selama belum diketahui bahwa hal tersebut akan membawa kebahagiaan di akhirat."
Maksud dari kalimat ini adalah seseorang seharusnya tidak merasa terlalu senang atau bangga dengan hal-hal duniawi yang ia peroleh (seperti kekayaan, jabatan, kesuksesan, dan sebagainya), kecuali ia yakin bahwa hal tersebut juga akan memberikan manfaat dan kebahagiaan di akhirat. Ini menekankan pentingnya menilai segala sesuatu dari perspektif akhirat, bukan hanya dari sudut pandang dunia.
Contoh:
1. Kekayaan: Seorang pengusaha yang mendapatkan keuntungan besar dari usahanya tidak seharusnya terlalu bergembira hanya karena ia mendapatkan banyak uang. Ia harus memikirkan apakah kekayaannya itu akan membantunya di akhirat, misalnya dengan menyumbangkan sebagian dari hartanya kepada yang membutuhkan, membangun fasilitas umum, atau membantu pendidikan. Jika kekayaannya digunakan untuk hal-hal tersebut, barulah ia layak merasa senang, karena hartanya juga akan bermanfaat di akhirat.
2. Jabatan dan Kekuasaan: Seseorang yang mendapatkan posisi tinggi di pemerintahan atau organisasi seharusnya tidak hanya berbangga diri dengan jabatannya. Ia harus berpikir apakah dengan posisinya tersebut ia bisa berbuat adil, membantu orang banyak, dan menjalankan tugasnya dengan amanah. Jika ya, maka jabatannya bisa menjadi sarana kebahagiaan di akhirat. Namun, jika ia hanya menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, maka jabatannya tidak akan memberikan kebahagiaan di akhirat.
3. Ilmu Pengetahuan: Seorang ilmuwan atau akademisi yang berhasil menemukan pengetahuan baru atau meraih gelar tinggi tidak seharusnya hanya berbangga dengan pencapaiannya. Ia harus memikirkan apakah ilmunya tersebut bermanfaat bagi masyarakat dan apakah ia menggunakannya untuk tujuan yang baik. Jika ilmunya digunakan untuk hal-hal yang positif, maka ia boleh berbahagia, karena ilmunya tersebut bisa menjadi amal jariyah yang bermanfaat di akhirat.
Intinya, kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga berdampak positif bagi kehidupan akhirat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قَالَ: شَهِدْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ لِرَجُلٍ مِمَّنْ يَدَّعِي الإِسْلَامَ: هَذَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَلَمَّا حَضَرَ القِتَالُ قَاتَلَ الرَّجُلُ قِتَالًا شَدِيدًا فَأَصَابَتْهُ جِرَاحَةٌ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، الَّذِي قُلْتَ لَهُ إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَإِنَّهُ قَدْ قَاتَلَ اليَوْمَ قِتَالًا شَدِيدًا وَقَدْ مَاتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِلَى النَّارِ، قَالَ: فَكَادَ بَعْضُ النَّاسِ أَنْ يَرْتَابَ، فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ إِذْ قِيلَ إِنَّهُ: لَمْ يَمُتْ، وَلَكِنْ بِهِ جِرَاحٌ شَدِيدَةٌ، فَلَمَّا كَانَ مِنَ اللَّيْلِ لَمْ يَصْبِرْ عَلَى الجِرَاحِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Kami ikut bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu peperangan. Kemudian beliau berkata kepada seorang laki-laki yang mengaku Islam, "Orang ini termasuk ahli neraka." Ketika pertempuran dimulai, orang tersebut bertempur dengan sangat gagah berani hingga mengalami luka parah. Lalu ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, orang yang Anda katakan sebagai ahli neraka itu hari ini telah bertempur dengan sangat gagah berani dan dia telah meninggal dunia." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap bersabda, "Dia masuk neraka." Hampir saja sebagian orang merasa ragu (dengan sabda Rasulullah). Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, dikabarkan bahwa orang tersebut belum meninggal dunia, tetapi mengalami luka parah. Pada malam harinya, dia tidak bisa menahan rasa sakit dari luka-lukanya, lalu dia bunuh diri.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَانَ فِيمَا كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لَا، فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ، فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ، فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللهِ، وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ، فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ، فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ، فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dahulu di kalangan umat sebelum kalian ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian dia bertanya tentang siapa orang yang paling berilmu di bumi. Lalu dia ditunjukkan kepada seorang rahib (pendeta). Dia mendatanginya dan berkata, 'Saya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Apakah saya masih bisa bertaubat?' Rahib itu menjawab, 'Tidak.' Maka laki-laki itu membunuh rahib tersebut sehingga genaplah seratus orang yang dia bunuh.
Kemudian dia bertanya lagi tentang siapa orang yang paling berilmu di bumi. Lalu dia ditunjukkan kepada seorang alim (ahli ilmu). Laki-laki itu berkata, 'Saya telah membunuh seratus orang. Apakah saya masih bisa bertaubat?' Ahli ilmu itu menjawab, 'Ya, dan siapa yang dapat menghalanginya dari taubat? Pergilah ke tempat ini dan itu, karena di sana ada orang-orang yang menyembah Allah. Sembahlah Allah bersama mereka, dan jangan kembali ke tempatmu, karena tempatmu adalah tempat yang buruk.'
Laki-laki itu pun pergi, hingga ketika dia telah menempuh setengah perjalanan, maut menjemputnya. Maka malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih mengenai dirinya. Malaikat rahmat berkata, 'Dia datang dalam keadaan bertaubat dengan hatinya yang menghadap kepada Allah.' Sedangkan malaikat azab berkata, 'Dia belum pernah melakukan kebaikan sama sekali.'
Kemudian datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia. Mereka menjadikannya sebagai penengah. Dia berkata, 'Ukurlah jarak antara kedua tempat. Mana yang lebih dekat, maka dia miliknya.' Mereka pun mengukur dan mendapati bahwa laki-laki itu lebih dekat ke tempat yang ditujunya. Maka dia diambil oleh malaikat rahmat." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Setiap orang dimudahkan untuk apa yang dia diciptakan baginya."
Hadits ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki tujuan hidup dan jalan yang telah ditentukan oleh Allah untuk mereka. Makna dari hadits ini bisa diuraikan sebagai berikut:
Surah Al-Lail ayat 5-10:
وَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar."
Komentar
Posting Komentar